Ace Suryadi mengungkapkan bahwa dalam studi Basic Education Quality ditemukan bahwa guru yang bermutu ditentukan oleh 4 faktor utama: Pertama, kemampuan profesional; Kedua, upaya professional; Ketiga, waktu yang tercurahkan untuk kegiatan profesional dan Keempat, akuntabilitasnya.( Ace Suryani, op.cit ).
a. Kemampuan
Profesional
Kemampuan profesional
adalah intelegensi, sikap dan prestasi dibidang pekerjaanya. Secara sederhana
ditunujukan dengan kemampuan menguasai materi pengajaran dan metodologinya. Untuk
mencapai kemampuan profesional, seorang guru tidak cukup mengantongi ijazah,
tetapi kemampuan belajar seumur hidup untuk memperkaya dan memutakhirkan
kemampuannya.( Ibid)
1. Menuntut adanya
keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2.
Menekankan pada
suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3.
Menuntut adanya
tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4.
Adanya kepekaan
terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
5.
Memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
6.
Memiliki kode
etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
7.
Memiliki
klien/obyek layanan yang tetap seperti dokter dengan pasiennya dan guru dengan muridnya.
8.
Diakui masyarakat
karena memang diperlukan jasanya dimasyarakat.( Drs. Moh. Uzer Usman, op.cit.,
h. 15).
Sedangkan Pusat
Pengkajian Institut Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (PPIKIP) Bandung, merumuskan
10 ciri suatu profesi keguruan sebagai berikut:
1.
Memiliki fungsi
dan signifikasi sosial.
2.
Memiliki
keahlian/keterampilan tertentu.
3.
Keahlian/keterampilan
dimaksud diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4.
DIdasarkan atas
disiplin ilmu yang jelas.
5.
Disiplin ilmu
yang dimaksud diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama.
6.
Aplikasi dan
sosialisasi nilai-nilai profesional
7.
Memiliki kode
etik.
8.
Kebebasan untuk
memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya.
9.
Memiliki
tanggung jawab profesional dan otonomi, dan adanya pengakuan dari masyarakat
dan imbalan atas layanan profesinya. (Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata,
Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997),
Cet. I, h. 191).
Sejalan dengan
hal di atas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang sekarang dikenal dengan
Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 1980 telah merumuskan dan
mengelompokkannya atas dua dimensi umum kemampuan, yaitu:
1.
Kemampuan
professional yang mencakup:
a.
Penguasaan
materi pelajaran, mencakup bahan yang akan diajarkan dan dasar keilmuan dari
bahan pelajaran tersebut.
b.
Penguasaan
landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
c.
Penguasaan
proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
2.
Kemampuan
personal yang mencakup:
a.
Penampilan dan sikap
yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru dan terhadap
keseluruhan situasi pendidikan.
b.
Pemahaman dan
penghayatan serta penempilan terhadap nilai-nilai yang sepantasnya dilakukan
dan dimiliki guru.
c.
Penampilan diri
sebagai panutan dan teladan bagi para siswa. (Ibid)
Dari
keseluruhan cirri-ciri guru yang profesional menuju kepada guru yang
berkualitas seperti yang disebutkan di atas terlihat unsur moral dan etika yang
harus dimiliki guru. Pada urutan butir keenam pada cirri-ciri pertama dan butir
ketujuh yang dikemukakan PPIKIP Bandung disebutkan bahwa guru harus memiliki
kode etik. Sedangkan pada point kedua butir b dan c tentang ciri-ciri guru
profesional yang dikemukakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1980)
disebutkan bahwa seorang guru harus memiliki pemahaman, penghayatan dan
penampilan nilai-nilai yang seyogianya harus dimiliki, serta penampilan upaya
untuk menjadikan dirinya sebahai tauladan dan panutan bagi para siswanya. Hal
ini menunjukkan bahwa untuk mewujudkan guru yang profesional yang dapat
melakukan interaksi secara positif dalam kegiatan pembelajaran dengan para
siswa diperlukan adanya kode etik yang berlandaskan moral agama.
Pentingnya
kode etik dan moral dalam interaksi dengan para siswa tersebut didasarkan pada
tujuan pendidikan yang menurut al-Qur’an tidak lain adalah untuk membina
manusia seutuhnya secara pribadi dan kelompok sehingga mereka dapat menjalankan
fungsinya sebagai Khalifah dan Hamba Allah guna membangun dunia ini sesuai
dengan konsep yang ditetapkan Allah atau dengan kata lain yang lebih singkat
dan sering digunakan oleh al-Qur’an adalah untuk bertaqwa kepada-Nya.( Dr. H.
Abudin Nata, MA., op.cit.,h. 3)
Dalam kerangka
tujuan pendidikan seperti itu, maka para guru bertugas menyampaikan
petunjuk-petunjuk Allah dengan cara mensucikan dan mengajarkan manusia, seperti
firman yang artinya :
Artinya:
“Yang menjadikan mati dan hidup supaya
Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia maha
perkasa lagi maha pengampun.” (QS.
Al-Mulk(67) :2).
Mensucikan dapat diartikan dengan
mendidik, sedangkan mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan
pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika. Tujuan
pendidikan seperti ini sesuai dengan sasaran pendidikan, yaitu manusia yang
memiliki unsur-unsur material (jasmani) dan inmaterial (akal dan jiwa.
Pembinaan akalnya menghasilkan ilmu pengetahuan. Pembinaan terhadap jiwanya
menghasilkan kesucian dan etika. Sedangkan pembinaan terhadap jasmaninya
menghasilkan keterampilan dengan penggabungan unsur-unsur tersebut, terciptalah
makhluk dwi dimensi dalam satu
keseimbangan, dunia dan akhirat, ilmu dan iman.
0 komentar:
Posting Komentar